Quantcast
Viewing latest article 4
Browse Latest Browse All 6

MU Masih Akan Juara

Manchester United (MU) kalah? Tak ada tim yang tidak bisa kalah. Tapi skornya telak? Mungkin agak mengejutkan walau ada situasi yang menyebabkannya. Bermain 10 orang sejak menit ke-47 melawan tim yang punya catatan gol away sangat tajam tentu bukan hal mudah.

Manchester City datang ke Old Trafford sebagai pemimpin klasemen sementara dan mengantongi 14 gol tandang. Bagaimana dengan MU? Mereka sebelumnya tak kalah dalam 19 laga kandang dan mencetak 19 gol pula di Old Trafford musim ini.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Tapi MU juga punya catatan “miring” di enam laga awal EPL. David De Gea adalah kiper tersibuk di depan gawang. Penyelamatan 32 kali, menggagalkan satu penalti dan empat kali menjaga gawang tetap perawan. Artinya, kiper muda Spanyol itu bagus. Tapi di sisi lain menggambarkan betapa rapuhnya pertahanan MU. Mudah ditembus sampai lini terakhir.

Pertandingan

Di pertandingan Derby Manchester kemarin, City unggul secara mutlak. Baik mental maupun taktik. Yang aneh justru Sir Alex Ferguson. Saya tak melihat dia punya contigency plan yang jitu. Biasanya Sir Alex selalu punya jalan keluar. Contohnya, ketika memaksa Liverpool draw.

City masuk ke lapangan dengan kesadaran penuh untuk memainkan taktik low tempo dan memasang lini pertahanan yang dalam (deep defence). Ini bukan tanpa risiko. Deep defence membuat jarak dengan lini tengah menjadi besar. Ada gap yang lumayan siginifikan. Tetapi Roberto Mancini dengan cerdik memasang pivot players.

David Silva dan Kun Aguero memainkan peranan itu bergantian. Wajar sih karena mereka bagian dari 3 pemain di lini kedua. Dua pemain ini sering sekali berada di sekitar garis tengah. Tugasnya, menjemput bola dari belakang yang sering beralur diagonal. Khas Italia, sebenarnya.

MU menyerang lewat lebar lapangan. Ada Ashley Young di kiri dan Nani di kanan. Sebuah taktik yang bagus sebenarnya. Pemain belakang City kalah dari sisi speed. Namun keunggulan speed menjadi tak berdaya guna karena City juga pintar menutup ruang dalam kemasan zonal defence. Belum Danny Wellbeck yang terus dikawal Vincent Kompany.

Tak ada ruang tembak leluasa bagi para pemain MU.

Gol pertama City melalui bocah bengal Mario Balotelli adalah alarm pertama untuk MU. Tiba-tiba saja MU mendapat “teguran” bahwa City bisa mencetak gol. Bahkan prosesnya terkesan tidak menjanjikan. MU tegang, City justru makin percaya diri. Mulai di sini terjadi perang mental, bukan lagi teknis. Kartu merah untuk Jonny Evans adalah alarm kedua yang makin menggerogoti mental MU walau kedudukan masih 1-0 untuk tim tamu.

Di momen inilah, tak kelihatan keputusan Sir Alex yang efektif. Dia menempatkan Darren Fletcher ke bek kanan dan menarik Chris Smalling ke tengah menemani Rio Ferdinand. Mungkin itu tidak salah, tetapi kebiasaan umum adalah mengorbankan pemain depan untuk memasukkan bek baru. Itu baru dilakukan Sir Alex terhadap Phil Jones pada menit ke-65 dengan menarik keluar Anderson. Sayang, juga tak efektif.

Saat kedudukan 2-0 dan dengan cepat berubah 3-0, segalanya seakan selesai. Mental skuad MU kelihatan runtuh. Satu-satunya yang masih punya semangat bagus adalah Fletcher, terlepas dia mampu mencetak gol hiburan yang bagus.

Pendeknya, kemarin malam adalah harinya City. Mereka seperti tak terpengaruh oleh kondisi MU. Mereka tetap bermain sabar dan pelan meski lawan sudah kehilangan satu pemain. Saya selalu punya kalimat untuk situasi dan tim yang seperti ini: siapapun lawannya, mereka tidak akan kalah.

Pasca 1-6

Lalu apakah hasil pertandingan itu membuat City berpeluang besar menjadi juara? Belum tentu. Media Inggris memang ramai ingin melihat City juara EPL pada prediksi mereka sebelum kompetisi bergulir, walaupun akhirnya MU pula yang mereka yakini bakal juara. Secara teknis, City memungkinkan. Tetapi menjadi juara bukan melulu teknis. Ada banyak faktor lain. Ini pun masih berada di seperempat musim. Segalanya masih mungkin terjadi.

MU jelas terpukul dengan hasil ini. Sir Alex bahkan mengakui bahwa ini hasil terburuknya selama menjadi pelatih. Namun MU tetap tim besar dan berpengalaman. Kekalahan besar ini justru menunjukkan ada yang ketidakberesan di skuad. Salah satu lubang yang harus ditambal adalah pengatur serangan definitif. MU saat ini tidak punya pemain seperti Frank Lampard, Silva, Mikel Arteta atau Andrea Pirlo. Tak punya dirigen serangan.  Sir Alex tahu itu.

Pada bursa transfer Januari, bisa jadi MU akan merekrut playmaker. Entah siapa. Tapi lepas ada playmaker atau tidak, saya masih yakin MU mempertahankan gelar juaranya. Kompetisi masih panjang dan MU punya pengalaman soal itu. Februari adalah masa krusial. Itu yang selalu disebut Sir Alex.

Bagaimana dengan City? Saya, yang bukan suporter tim manapun, ingin melihat City juara. Tetapi konsistensi City masih perlu diuji dan di situlah hambatan mereka. Konsistensi.

© image: Getty Images


Viewing latest article 4
Browse Latest Browse All 6

Trending Articles